16 Mei 2011

Khotbah I Samuel 3:1-4:1a

Dipanggil Menjadi Saksi Kebenaran Allah

oleh Sherly Pratiknyo



Pendahuluan
Sdr, siapa di antara kita yang suka melihat bintang?  Saya adalah salah satunya.  Saya sering terpukau melihat bintang yang bersinar di malam hari.  Walaupun bintang itu kecil, namun setidaknya cahayanya mampu menyinari kegelapan.  Ada sebuah lagu tentang bintang yang berkesan bagi saya.  Demikian lagunya, saudara:

Kumau bercahaya bagaikan bintang-bintang
Di tengah kegelapan terpancar terang kasih Tuhan 
Kumau bercahaya bermegah dalam Dia
Menyaksikan kemurahan Tuhan, menceritakan perbuatan Tuhan
Kurindu  hidup s’lalu bercahaya bagi  kemuliaan-Nya

Sdr, lagu ini seharusnya menjadi kerinduan setiap kita sebagai anak-anak Allah.  Seharusnya kehidupan kita di tengah dunia ini seperti bintang kecil, yang menyinari kegelapan dunia dan memancarkan terang Allah.  Namun, sayangnya seringkali di tengah dunia ini, justru cahaya anak-anak Tuhan makin memudar.     
Sdr, memang kita hidup pada zaman yang gelap, yang punya prinsip, ”Apa yang kusuka, itu yang kulakukan.  Orang lain tidak berhak mengatur hidupku, bahkan Allah sekalipun.”  Orang-orang di Zaman ini tidak peduli pada apa yang benar di mata Allah.  Ketika kita mencoba untuk mengatakan apa yang benar, kita dikucilkan, ditolak, bahkan seringkali dianggap sok suci.  Memang, kita tidak bisa memungkiri realita bahwa kita hidup di tengah zaman ini.  Namun saudara, ketahuilah, ada sebuah kebenaran yang harus selalu kita ingat.  Sebagai anak-anak Tuhan, Allah memanggil saudara dan saya untuk menjadi saksi kebenaran-Nya di tengah zaman ini.  Kita dipanggil untuk menerangi dunia ini dengan kesaksian kita.

Pertanyaannya, bagaimanakah kita dapat menjadi saksi kebenaran Allah di tengah zaman ini?  Paling tidak ada dua hal yang seharusnya kita lakukan. 
I.         Kita harus belajar mendengarkan suara Allah
Kita tidak akan bisa menjadi saksi Allah, jika kita tidak mau mendengarkan suara-Nya.  Sayangnya, sekali lagi kita menghadapi realita zaman dimana banyak orang yang tidak tertarik mendengarkan suara Allah. 
Sdr, Samuel juga menghadapi realita zaman yang sama dengan kita.  Ia hidup di tengah bangsa Israel, yang tidak tertarik mendengarkan suara Allah.  Semua orang berbuat apa yang benar dalam pandangan mereka.  Bahkan anak-anak imam, Hofni dan Pinehas yang seharusnya memberi teladan bagaimana menghormati Tuhan, eh malah melanggar peraturan Tuhan, melakukan tindakan amoral, dengan meniduri perempuan-perempuan di rumah Tuhan.  Parahnya lagi, imam Eli sebagai orangtua tidak menghukum mereka.  Sungguh, betapa pada zaman itu, semua orang tidak mau mendengarkan suara Tuhan.  Itulah sebabnya pada ayat 1b, dikatakan, ”Firman Tuhan jarang pada zaman itu.” 
Namun sdr, justru di tengah kondisi zaman yang memprihatinkan itu, Tuhan memperdengarkan suara-Nya kepada Samuel, seorang yang masih muda.  Ketika Samuel tidur, ia mendengar namanya dipanggil, ”Samuel...Samuel.”  Samuel yang saat itu berumur kira-kira 12 tahun, segera menjawab Suara itu, ”Ya Bapa.”  Sayangnya, jawaban itu bukan ditujukan untuk Tuhan.  Samuel pikir suara itu suara imam Eli.  Namun, betapa bingungnya Samuel, karena ternyata imam Eli tidak memanggilnya.  Jelas-jelas dia mendengar namanya dipanggil, ”kalo bukan imam Eli, lalu siapa dong?”
Sdr, kejadian ini tidak terjadi hanya 1 kali, tapi sampai 3 kali.  Tiga kali Tuhan panggil.  Tiga kali pula, Samuel salah mengerti.  Muncul pertanyaan dalam benak saya, “Mengapa sih Tuhan tidak langsung saja berfirman?  Bukankah Tuhan bisa langsung bicara, sehingga semuanya jelas?  Sdr, pasti bukan tanpa alasan jika Tuhan memilih untuk tidak langsung bicara.  Jika kita lihat ayat 7.  Di sana dikatakan, “Samuel belum mengenal Tuhan.”  Kata mengenal di sini memiliki arti, ‘bukan sekedar mengenal, tapi mengenal dengan intim’.  Jadi sdr, Samuel saat itu belum mengenal Tuhan dengan intim.  Memang, mungkin ia sering mendengar tentang Tuhan dari papa mamanya, tapi ia belum mengalami sendiri, pengalaman mendengarkan suara Tuhan.  Itu sebabnya, Tuhan biarkan Samuel mengalami proses mengenal Dia dengan intim. Tuhan sabar mengajari Samuel belajar mendengarkan suara-Nya.  Mengapa, saudara?  Karena, Tuhan punya tujuan ilahi dalam hidup Samuel.  Tuhan sedang mempersiapkan Samuel, menjadi seorang nabi Allah di tengah zamannya.
Sdr, jika kita melihat Alkitab, maka kita akan melihat kisah Allah yang berbicara kepada umat-Nya. Tuhan secara aktif memanggil orang pilihan-Nya. Selain Samuel, Tuhan juga panggil Abraham, Nuh, Musa.  Tuhan panggil mereka untuk mendengarkan suara Allah.  Mengapa, sdr?  Karena Tuhan punya tujuan ilahi dalam hidup mereka.  Tuhan ingin memakai mereka menjadi saksi Allah di tengah zaman mereka, dimana karya Allah dinyatakan dalam sejarah manusia.  Itu sebabnya, Tuhan panggil mereka untuk belajar mendengarkan suara-Nya.  Saudara, setiap anak Tuhan dipanggil untuk menjadi saksi kebenaran Allah di tengah dunia ini.  Namun, bagaimana mungkin seseorang dapat menjadi saksi Allah, jika dia tidak mau belajar mendengarkan suara Allah. 

Ilustrasi
Suatu hari, ada seorang guru SD yang sangat mengasihi murid-muridnya.  Guru ini selalu menyediakan waktu khusus, berbicara dengan semua muridnya satu per satu.  Salah satu muridnya bernama Yopi.  Sang guru melihat Yopi punya potensi menjadi ketua kelas.  Tapi, Yopi punya 1 kebiasaan, tiap kali dia diajak bicara, dia tidak betul-betul mendengarkan, masuk telinga kanan eh keluar telinga kiri.  Suatu ketika, sang guru memanggil Yopi.  Yopi tahu nih, dia pasti akan diajak bicara seperti biasanya.  Jadi, dia sudah menyiapkan jurus tidak mendengarkan seperti biasanya.  Namun, betapa herannya Yopi karena ternyata, kali ini sang guru tidak berbicara seperti biasanya.  Sang guru hanya duduk di depan Yopi, berhadap-hadapan, tapi tidak mengeluarkan sepatah kata pun.  Diam.  Tak ada kata-kata.  Yang ada hanyalah tatapan mata penuh kasih.  Tentu saja Yopi jadi bingung.  Setelah 15 menit berlalu dalam keheningan, akhirnya Yopi memberanikan diri bertanya, ”Bu, kenapa ibu hanya diam saja?”  Dengan penuh kasih, sang guru menjawab, ”Yopi, sebenarnya ada banyak hal yang ibu mau katakan padamu.  Ada banyak hal yang ibu mau percayakan padamu.  Ibu sangat ingin bicara padamu. Tapi, ibu baru bisa bicara, kalau Yopi mau mendengarkan.  Ibu akan menunggumu, Nak.”  Melihat kasih gurunya, Yopi terdiam cukup lama, sampai akhirnya ia berkata, ”Maafkan Yopi, Bu, kalo selama ini, Yopi nggak mendengarkan ibu.  Tapi sekarang, Yopi mau belajar mendengarkan.  Ibu boleh ngomong apa saja.  Yopi pasti mendengarkan.”  Sdr, ketika Yopi mau mendengarkan, barulah sang guru dapat berbicara padanya.  Tidak hanya itu, kepada Yopi juga dapat dipercayakan tanggung jawab sebagai ketua kelas.  Allah pun juga demikian.  Allah rindu setiap kita menjadi saksi-Nya di tengah zaman ini.  Namun, jika kita tidak mau mendengarkan suara-Nya, bagaimana mungkin kita dapat menjadi saksi-Nya.  Allah kita bukanlah Allah yang pemaksa.  Dia akan menunggu, sampai kita mau mendengarkan suara-Nya.   

Aplikasi
Sdr, untuk dapat menjadi saksi Allah, mau tidak mau kita harus belajar untuk mendengarkan suara-Nya.  Mungkin kita bertanya, pada zaman ini, bagaimana cara kita mendengar suara Tuhan?  Apa seperti Samuel, mendengar langsung dari Tuhan?  Saudaraku, saya yakin, Tuhan sanggup berbicara pada kita melalui berbagai cara.  Namun pada zaman ini, Allah memilih untuk berbicara kepada kita melalui Alkitab.  Alkitab ini adalah Firman Tuhan.  Melaluinya, kita dapat mengetahui apa yang menjadi isi hati Tuhan.  Jika kita tahu bahwa Alkitab ini adalah isi hati Tuhan, bukankah seharusnya kita rindu membacanya?  Seberapa seringkah kita membaca Alkitab di tengah kesibukan kita setiap hari?  Dalam sehari ada waktu 24 jam.  Mungkin selama ini, kita lebih sering menghabiskan waktu untuk melakukan apa yang kita suka, yang lebih menarik bagi kita.  Mungkin itu menonton film, main games online, kerja, jalan-jalan di mall, atau chatting dan browsing?  Namun sdr, di antara segala aktivitas kita itu, bukankah kita sering lupa menyediakan waktu khusus untuk membaca dan merenungkan Firman Tuhan?  Jika demikian, bagaimana mungkin kita dapat menjadi saksi Allah pada zaman ini?  Jika demikian, bukankah kita menjadi tidak jauh berbeda, dengan orang-orang pada zaman Samuel, yang lebih memilih untuk hanya melakukan apa yang mereka suka, bukan apa yang Tuhan suka?  Bukankah kita menjadi tidak jauh berbeda dengan zaman ini, yang tidak peduli pada suara Allah, pada apa yang benar di mata Allah?  Saudaraku, Allah rindu memakai saudara dan saya untuk menjadi saksi-Nya.  Namun, jika kita tidak peduli pada apa yang menjadi isi hati Tuhan, bagaimana mungkin kita dapat menjadi saksi-Nya. Mari saudara, hari ini, dengarkanlah suara Tuhan. Sediakan waktu khusus, baca Firman Tuhan setiap hari, maka Tuhan akan memakai engkau menjadi saksi-Nya di tengah zaman ini.

Yang kedua, apa lagi yang harus kita lakukan, untuk dapat menjadi saksi Allah di tengah zaman ini, yaitu:
II.      Kita harus belajar menyuarakan kebenaran Allah
Sdr, kita dipanggil tidak hanya untuk mendengarkan suara-Nya.  Tapi, kita juga dipanggil untuk menyuarakan kebenaran Allah kepada dunia.  Sayangnya, kita sering gentar dan tidak punya keberanian bukan, seperti yang dialami oleh Samuel. 
Samuel juga gentar, karena dia hanya seorang anak remaja.  Masakan ia harus mengatakan Firman Tuhan kepada imam Eli, yang jauh lebih senior?  Apalagi saudara,  Firman yang Samuel dengar, bukan Firman yang membawa berita sukacita, tapi Firman yang berisi malapetaka, berisi hukuman Tuhan atas Israel, juga nubuat tentang kematian imam Eli dan kedua anaknya.  Itu sebabnya Samuel gentar.  Namun, sekalipun awalnya Samuel gentar, pada akhirnya, dia bertekad untuk berani menyuarakan Firman Tuhan.  Ketika imam Eli memintanya untuk bercerita, Samuel mengatakan seluruh kebenaran. 
Apa yang terjadi setelah itu?  Dikatakan pada ay 19, Tuhan menyertai Samuel dalam pertumbuhannya.  Dikatakan, tidak ada satupun Firman yang dibiarkan-Nya gugur.  Itu artinya, ketika Samuel berani menyuarakan kebenaran, Tuhan sendiri yang menjamin, Firman-Nya tidak akan berlalu dengan sia-sia. Tugas Samuel hanyalah menyuarakan, dan selanjutnya Tuhanlah yang akan menepati segala yang difirmankan-Nya kepada Samuel.
Sdr, ketika Samuel mau belajar menyuarakan kebenaran Allah,  Tuhan memakai dia menjadi saksi Allah di tengah zamannya.  Dikatakan pada ayat 21, Tuhan terus berbicara dan menyatakan Firman-Nya.  Sehingga, Silo yang sebelumnya menjadi tempat dimana nama Allah dinista dan dinodai, akhirnya menjadi tempat yang istimewa, dimana Allah berkenan menyatakan Firman-Nya.
            Sdr, di sepanjang sejarah Israel, Alkitab mencatat ada pemuda-pemuda yang juga berani hidup berbeda dan berani menyuarakan kebenaran Allah di tengah zaman mereka.  Ada Yusuf, Daniel, Yohanes Pembaptis.  Dan di antara pemuda-pemuda itu, Kristus menjadi teladan yang sempurna.  Dalam seluruh hidup-Nya, Kristus berani menyuarakan suara Allah Bapa. Walaupun nyawa-Nya harus terancam, Kristus tidak pernah takut.  Ia tetap menyatakan suara Allah kepada dunia yang penuh dosa.  Hati-Nya penuh dengan belas kasihan, ketika melihat banyak orang, yang tidak mengenal kebenaran sedang menuju kebinasaan.  Kristus menuntun manusia berdosa kepada kebenaran Allah.  Sdr, teladan Kristus ini seharusnya menggerakkan setiap anak Tuhan untuk juga berani bersaksi menyuarakan kebenaran Allah di tengah dunia.

Ilustrasi
Sdr, saya pernah bekerja di sebuah perusahaan.  Hanya saya satu-satunya orang Kristen di tempat itu.  Suatu ketika, ada seorang karyawan yang curhat kepada saya.  Anggap saja namanya Mbak Tata.  Mbak Tata curhat tentang hubungannya dengan suami.  Ia berencana untuk bercerai.  Wah sdr, terus terang saat itu, saya bingung harus bagaimana.  Kalau saya bicara, saya takut dianggap sok, kecil-kecil kok menasehati orang yang lebih tua.  Apalagi saat itu saya belum menikah, belum tahu tentang lika-liku rumah tangga, masa mau menasehati orang yang sudah menikah belasan tahun.  Jadi, saya memutuskan untuk diam dan hanya mendengarkan.  Namun, hampir setiap hari Mbak Tata bercerita tentang kejelekan suaminya.  Semakin saya diam, semakin ia menyangka bahwa saya setuju dengan keputusannya untuk bercerai.  Sdr, saat itu, hati saya sungguh tidak tenang.  Saya ingin memberitahu apa yang benar.  Tapi, banyak ketakutan yang membuat saya tidak berani menyuarakan kebenaran.  Sampai suatu hari, melalui Firman-Nya, Tuhan berbisik lembut dalam hati saya, ”Anakku, maukah engkau mengatakan kebenaran?  Lakukan itu demi Aku.  Jangan takut.  Aku menyertaimu.”  Sdr, saya tidak bisa menjawab ’tidak’ pada suara Tuhan yang lembut itu.  Seketika itu, saya menjawab Tuhan, ”Ya, Tuhan, aku mau.  Maafkan aku yang begitu penakut ini.  Tolong aku untuk berani menyuarakan kebenaran.”  Keesokan harinya, ketika Mbak Tata curhat lagi, dengan pertolongan Tuhan, akhirnya saya berani bilang ke Mbak Tata agar dia tidak bercerai.  Bahkan, saya pinjami dia, buku ’Mempertahankan Pernikahan’ yang saya punya.  Sdr, setelah saya mengatakan semuanya, hati saya begitu lega.  Saya tahu, saya telah melakukan apa yang menjadi bagian saya, selanjutnya Tuhanlah yang akan bekerja.  Saya bersyukur, karena akhirnya Mbak Tata memutuskan untuk tetap mempertahankan pernikahannya. Sdr, ketika kita takut menyuarakan kebenaran Allah di tengah zaman ini, berdoalah dan percayalah, Tuhan akan memampukan dan menyertai kita.

Aplikasi
Ketahuilah, Allah rindu memakai kita untuk menjadi saksi-Nya di tengah zaman ini.  Untuk itu, kita harus belajar menyuarakan kebenaran Allah, di manapun kita berada.  Sudahkah kita berani menyuarakan kebenaran Allah, ketika kita melihat orang lain hidup dalam dosa?  Mungkin kita melihat teman kita yang berpacaran terlalu bebas, atau menonton video porno?  Atau mungkin di tempat kerja, kita melihat ada praktek penipuan, korupsi, atau penggelapan pajak?  Pada zaman ini, kita melihat di mana-mana orang melakukan dosa, di mana-mana ada ketidakbenaran, di mana-mana orang tidak peduli pada suara Allah, namun bagaimanakah sikap kita sebagai anak Tuhan?  Apakah kita hanya terdiam bisu, ataukah kita berani berbicara, menyuarakan kebenaran Allah pada zaman ini?  Saudara, sebagai anak-anak Tuhan, kita dipanggil untuk berani menyuarakan kebenaran Allah di tengah dunia ini.  Janganlah hati kita gentar, sebab Tuhan menyertai kita!

Penutup
Dengarkanlah Firman Tuhan yang berkata kepadamu, ”Sebab Engkau harus menjadi saksi Allah terhadap semua orang, tentang apa yang kau lihat dan kau dengar.”  Saudaraku, jadilah saksi kebenaran Allah di tengah zaman ini, entah itu di tempat kerjamu, di keluargamu, di antara teman-temanmu, di manapun engkau berada.  Dengarkanlah suara Allah dan suarakanlah kebenaran Allah yang engkau dengar.  Walau engkau masih muda, janganlah gentar, sebab Tuhan berjanji akan menyertaimu!  Memang, bukan berarti kita tidak akan mengalami hambatan dan tantangan, mungkin kita akan diejek, dimusuhi atau dianggap sok suci, namun tetaplah menjadi saksi Allah apapun yang terjadi.  Karena pada akhirnya, Tuhan sendiri yang akan menyatakan kebenaran-Nya, menjamin Firman-Nya tidak akan berlalu sia-sia.  Mari kita menerangi dunia yang gelap ini dengan kesaksian kita. Biarlah kehidupan kita bercahaya bagaikan bintang kecil, yang menerangi kegelapan dunia dan memancarkan terang kemuliaan Allah. 

Amin.


1 komentar:

  1. terima kasih untuk penjelasannya....
    Luar biasa saya sangat terberkati, lagi pula dengan ilustrasi sehingga lebih menguatkan saya.
    Tuhan memberkati Pelayanan Ibu

    BalasHapus